Do The Best

Minggu, 31 Oktober 2010

Motivasi Pelayan

PELAYAN DAN MOTIVASINYA

(2Korintus 4:1-4)

Saudara2, akhir2 ini dunia media kita sangat disibukan dengan pemberitaan tentang berbagai kasus di seputar KPK, entah itu persoalan Bibit dan Chandra tetapi juga kasus Antasari. Masyarakat pun dibuat bertanya2 apa motivasi Antasari membunuh Nasarudin atau apa motivasi polisi terus ngotot memproses Bibit dan Chandra? Motif dibalik semua peristiwa ini menjadi faktor penting sebagai alat bukti untuk menjerat seseorang untuk dijadikan tersangka. Pada dasarnya motivasi itu mengandung pengertian: Sebuah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah satu tujuan. Motivasi menjadi dorongan (drive force) terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Bob Gordon dalam bukunya yang berjudul Master Builders mengatakan bahwa pada umumnya orang-orang Kristen dalam melakukan sesuatu orang dimotivasi oleh hal-hal antara lain: Motivasi yang bersifat negatif didorong oleh: paksaan, kemarahan, kecemburuan, hati yang luka, ketakutan, rasa besalah, kebencian, dll. Yang bersifat netral: kebahagiaan, kehormatan, persaingan, kegairahan, kesenangan, dll. Yang positif: kesalehan, kekudusan, kebenaran, sukacita, takut akan Allah, belas kasihan, dll.

Saudara2, di dalam pelayanan juga motivasi seseorang perlu jelas, dengan dasar apa ia melayani? Kalo tanpa motivasi maka pelayanannya pasti mandek atau di sisi lain ada motivasi, tetapi salah motivasinya dan hanya untuk keuntungan diri sendiri. Akibatnya, tidak jarang kita akan menemukan adanya pelayanan dari orang-orang tersebut yang tidak berjalan sebagaima mestinya dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Seandainya seseorang memiliki motivasi yang benar dalam melayani Tuhan, maka tentu saja pelayanannya dapat menjadi berkat bagi semua orang. Jika demikian dalam pelayanan seseorang motivasi apa yang seharusnya dimilikinya? Pada dasarnya memang pelayanan dan motivasi itu memiliki kaitan yang sangat erat karena keduanya saling berkaitan satu sama lain. Motivasi pelayanan yang benar dari seseorang itu dapat dipengaruhi oleh pemahamannya akan makna yang terkandung di dalam arti kata pelayanan itu sendiri.

Saya kira kalau kita bicara soal motivasi pelayanan maka kita bisa belajar dari seorang tokoh dalam PB yang sangat dapat memberi inspirasi kepada kita, dia lah rasul Paulus. Apa-apa saja yang dapat kita pelajari dari motivasinya dalam melayani?

1. Paulus memandang pelayanan itu sebagai anugerah Tuhan.

Saudara, dalam 1Tim 1:12-13,15-16b, Paulus mengungkapkan yang begitu dalam kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memilihnya, mempercayainya, mengangkatnya, dan telah menguatkan dirinya dalam mengerjakan pelayanan bagi Tuhan. Ini adalah sebuah anugerah Tuhan yang luar biasa yang diperolehnya sebagai sebuah kemurahan Tuhan yang tak terbayangkan dalam hidupnya. Bagaimana tidak, kalau ia kembali mengingat kehidupannya di masa lalu sebelum dimenangkan oleh Kristus, maka tidak ada kata yang dapat terungkapkan selain mengucap syukur atas kemurahan Tuhan dalam hidupnya. Paulus menggambarkan bagaimana ia dengan tegas mengingatkan siapa dia sebagai orang yang berdosa. Dirinya dulu adalah seorang penghujat gereja, ia telah melontarkan kata-kata pedas dan kemarahan kepada orang-orang Kristen. Ia adalah penganiaya yang bermaksud memunahkan gereja dengan segala upaya. Dalam Kis. 22:4, dia mengatakan telah menganiaya pengikut jalan Tuhan sampai mereka mati, laki-laki dan perempuan ditangkap dan dipenjarakan. Dalam ayat 19 dikatakan bahwa dia masuk ke rumah ibadat dan memasukkan orang percaya ke dalam penjara dan menyesahnya. Bahkan dalam psl 26:12, dikatakan bahwa dalam rumah ibadat dia menyiksa umat Tuhan dan memaksanya untuk menyangkal imannya. Paulus mengambarkan dirinya sebagai seorang yang ganas, kata Yunani yang digunakan untuk “ganas” adalah hubristēs. Kata ini menunjukan kesombongan yang sadis, melukiskan orang yang berusaha menyakiti semata-mata demi menikmati hasil dari perbuatan menyakiti itu. Kata benda abstrak yang berhubungan dengannya adalah hubris yang didefinisikan oleh Aristoteles, melukai atau menyusahkan orang lain dengan cara sedemikian rupa sehingga orang lain dipermalukan karenanya. Sedangkan pelakunya tidak memperoleh keuntungan apa-apa kecuali rasa senang atas kekejaman yang dilakukannya dan atas penderitaan yang dialami orang lain. Itulah sebabnya bahkan ia memandang dirinya sebagai orang yang paling berdosa di antara orang berdosa dan dosa itu mematikan. Paulus sungguh-sungguh menyadari bahwa betapa tidak layaknya hidupnya di hadapan Tuhan. Itulah sebabnya ia mengaggap oleh kemurahan Tuhanlah ia telah menerima pelayanan ini (2Kor. 4:1), sehingga ini yang menjadi motivasinya untuk memberikan hidupnya melayani Tuhan dengan sepenuh hatinya.

2. Paulus melayani bukan untuk mencari nama baik.

Saudara2, mari membaca Gal. 1:10, Paulus tidak mencari kesukaan manusia atau perkenan dihadapan manusia, tetapi dia hanya mencari kesukaan Allah karena dia adalah hamba kebenaran, hamba Allah dan bukan hamba manusia. Di dalam 1Tes 2:4 dia berkata bahwa mereka berbicara bukan untuk menyukakan manusia melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati. Dalam ayat 5 Paulus juga menegaskan bahwa mereka tidak bermulut manis, tidak mempunyai maksud loba, dan Allah yang menjadi saksinya kalau mereka pernah punya maksud2 yang tidak murni. Apakah pelayanan kita di Perkantas untuk mencari muka kepada orang lain?

3. Paulus tidak mencari pujian dari pelayanannya.

Saudara2, dalam 1Tes. 2:6, Paulus katakan bahwa dia tidak pernah mencari pujian sedikit pun dari siapa pun walaupun dia punya kesempatan untuk melakukan hal ini sebagai seorang rasul Kristus. Dia mengatakan bahwa kalau dia memberitakan Injil, dia tidak punya alasan untuk memegahkan diri sebab itu adalah keharusan baginya. “Celakakalah aku jika aku tidak memberitakan Injil.” Paulus sangat menyadari bahwa dia sama sekali tidak berhak untuk mencari pujian dari pelayanannya karena ini memang tanggungjawabnya, dia tidak cari popularitas. Melayani di siswa, mahasiswa atau alumni jangan sekali-kali pikir mau cari pujian. Kita rentan untuk tergoda jatuh dalam kemegahan diri, ketika kita bagus dalam khotbah, memberikan training, atau ketika kita adik-adik KTB kita banyak yang berhasil dalam pelayanan dan kita merasa bahwa ini adalah hasil pelayanan kita sehingga kita mengaharapkan reward dari apa yang kita kerjakan. Jika kita bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan (2Kor.10:17,18)

4. Paulus tidak mencari keuntungan dalam pelayanan.

Saudara, mari kita baca 2 Kor. 2:17, Paulus mengatakan bahwa dia tidak sama dengan orang lain yang mencari keuntungan dari orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh para guru palsu yang telah menyusup di antara jemaat Korintus, mereka perilaku yang tidak beres. Mereka adalah orang-orang yang tidak jujur dan sombong, pemimpin mereka mengambil keuntungan uang dari anggota jemaat-jemaat yang gampang ditipu. Bahkan dalam 1Kor.9:17,18 Paulus menegaskan bahwa dia tidak mau menerima upah sebab ia tidak mengerjakannya berdasarkan kehendaknya sendiri tetapi ini merupakan tugas penyelenggaraan yang dipercayakan kepadanya. Sebenarnya ia pantas untuk mendapatkan upah sebagai seorang pemberita Injil tetapi ia tidak mau mengambil haknya. Ini luar biasa, Paulus sangat menjaga kewibawaan seorang hamba Tuhan, dia membiayai pelayanannya sendiri sebagai seorang tukang tenda. Dalam 1 Tes. 2:9, dikatakan bahwa dia bekerja keras siang malam supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun.

5. Paulus melakukan pelayanan dengan dasar kasih.

Saudara2, dalam 1Kor. 16:14 Paulus berkata, “Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam kasih.” Paulus memiliki motivasi kasih dalam mengerjakan pelayanannya, itu adalah sebuah dorongan yang sangat tepat bagi seorang pelayan Tuhan. Ini adalah motif Allah untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, oleh karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya Yesus Kristus bagi manusia yang berdosa. Ketika Yesus berjalan masuk ke Yerusalem, hati-Nya dipenuhi oleh belas kasihan, Ia menangis melihat banyak domba yang tidak bergembala. Ia sangat mengasihi orang yang berdosa. Bagaimana dengan kita? Adakah kita memandang pelayanan kita dengan kasih? Motivasi yang benar adalah ketika kita memandang jiwa-jiwa yang kita layani di siswa, mahasiswa, dan alumni dengan kasih Kristus. Jika kita mengasihi orang-orang yang kita layani dengan sungguh-sungguh, maka tentu saja kita akan berusaha memberikan yang terbaik untuknya.

6. Paulus berani bayar harga untuk pelayanannya.

Saudara2, dalam 2Kor. 6:4-6, Paulus menceritakan tentang penderitaan yang harus ditanggungnya sebagai seorang pelayan Tuhan bukan hanya penderitaan fisik saja tetapi juga penderitaan batin karena disalah mengerti, dihina, diumpat, dan berbagaipenderitaan lainnya. Tetapi walaupun sedemikan berat penderitaan yang harus dialaminya tetapi dia tidak berkeluh kesah karena baginya hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Bahkan dalam pelayanannya dia katakan dia rela mati bagi orang-orang yang dilayaninya. Sungguh sebuah teladan yang luar biasa dari seorang yang rela bayar harga untuk pelayanannya. Ini adalah sebuah motivasi yang sungguh-sungguh indah dari seorang pelayan Tuhan. Lalu bagaimana dengan kita? Berapa banyak kita sudah rela untuk bayar harga bagi pelayanan kita? Tetapi jujur saya sangat menghargai teman2 semua yang sudah memberi perpuluhan waktunya untuk terlibat dalam pelayanan Perkantas, pelayanan ini tidak populer yang ada justru harus siap korban waktu, uang, tenaga, pikiran, perasaan dan lain-lainnya. Biarlah itu boleh menjadi persembahan yang berbau harum dihadapan-Nya.

Saudara2 jika demikian mari melihat dahulu beberapa kata dalam Alkitab yang dapat berarti pelayanan, yaitu antara lain:

1. Doulow (douloo) – melayani sebagai hamba (budak!). Pada zaman PB, seorang budak dapat dibeli atau dijual sebagai komoditi. David Watson menyatakan: “Seorang budak adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki kepentingan diri sendiri. Dalam ketaatan penuh kerendahan hati ia hanya bisa berkata dan bertindak atas nama tuannya. Dalam hal ini tuannya berbicara dan bertindak melalui dia”. Benar-benar tak berdaya. Sebagai orang percaya, kita sekalian adalah orang-orang yang telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba (doulos) kebenaran (Roma 6:18), menjadi hamba Allah (Roma 6:22).

2. Diakonew (diakoneo) – melayani sebagai pelayan dapur, yang menantikan perintah di sekitar meja makan (Mat. 8:15; Efs. 4:12). Ini bukan pekerjaan yang menyenangkan, karena seringkali ia akan menerima dampratan dari orang yang merasa kurang puas dilayani. Dalam arti luas kata ini menyatakan seseorang yang memperhatikan kebutuhan orang lain, kemudian berupaya untuk dapat menolong memenuhi kebutuhan itu. Orang bisa saja bekerja sebagai budak (doulos) dan tidak menolong seorangpun; tetapi jika ia seorang diakonos, ia berkaitan erat dengan upaya menolong orang lain (Luk 22:27; Yoh. 12:26; ! Tim. 3:13)

3. Litourgos (litourgos) – melayani orang lain di depan publik (Kisah 13:2). Pelayanan ini dilakukan kepada sejumlah orang pada saat yang bersamaan, sehingga harus direncanakan dan terus ditingkatkan. Dalam hal ini jemaat menuntut sebuah pelayanan yang dikerjakan dengan kesungguhan dan yang terbaik.

Saudara2, saya yakin makna dari ketiga arti kata pelayan ini juga adalah bagian dari prinsip dan motivasi Paulus dalam pelayanannya, ia telah menjadi seorang doulus, diakonos, dan liturgikos dalam pelayanannya, lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita juga telah menjadi seorang pelayan Tuhan yang telah menjadi hamba atau doulos Kristus, menjadi seorang diakonos yaitu pelayan yang selalu rindu menolong orang lain dalam memenuhi kebutuhan orang yang dilayaninya, dan juga sebagai seorang litougikos yang disorot oleh banyak orang dan yang motivasinya dapat dipertanggungjawabkannya dihadapan orang lain? Paulus dengan sungguh mengerjakan pelayanannya oleh karena ia menyadari akan kasih Allah dalam hidupnya.

Saudara2, Suatu kali seorang pengkhotbah besar bernama Jonathan Edward bertanya kepada para calon pengabar Injil di Cina, "Apa motivasimu menjadi pengabar Injil?" Sebagian menjawab, "Karena saya ingin mempersembahkan jiwa-jiwa bagi Yesus." Jawab Jonathan Edward, "Tidak cukup!" Terhadap pertanyaan yang sama sebagian lagi menjawab, "Saya ingin membawa Injil bagi sesama."Yang lain lagi, "Saya ingin mengabarkan jalan keselamatan kepada sesama." "Saya ingin bersaksi tentang Yesus Juru Selamat." Tetapi semua jawaban tersebut ditanggapi Jonathan Edward dengan berkata, "Tidak cukup! Tidak cukup mengabarkan Injil dengan motivasi-motivasi seperti itu!" Mengapa? Jonathan Edward menjelaskan, "Motivasi terpenting dalam pelayanan adalah karena kita mencintai Yesus. Tanpa mencintai Yesus, pelayanan kita akan mudah patah dan jatuh di tengah jalan! "Apakah kalian mencintai Yesus?" Ini adalah sebuah pertanyaan yang penting bagi kita.

Saudara2, Jonathan Edward memiliki prinsip motivasi yang sama dengan apa yang menjadi motivasi Paulus dalam pelayanan, yaitu cintanya kepada Kristus yang sudah mengasihi dia telebih dahulu dan memberikan nyawa-Nya baginya. Bukankah tentu saja pandangan ini seharusnya juga berlaku bagi semua pelayan Tuhan? Lalu apa yang menjadi motivasi kita melayani di Perkantas? Apakah karena kita mencintai Yesus? Jika kita mencintai Yesus maka tentu saja itu akan membuat kita mengasihi siswa, mahasiswa, dan alumni yang kita layani. Kita akan melayani mereka dengan sepenuh hati kita tanpa mencari keuntungan apa pun bagi diri pribadi kita. Dengan motivasi yang murni inilah kita memiliki kekuatan hati seorang pelayan Tuhan. Biarlah kita boleh memiliki motivasi yang benar sebagai seorang hamba yang melayani Tuhan kita. Menjadi seorang pelayan Tuhan yang memiliki motivasi yang bersih, murni dan tidak bercacat dihadapan Tuhan.

AMIN

Kamis, 21 Oktober 2010

DISIPLIN ROHANI



.


DISIPLIN ROHANI
MENOLONG UNTUK BERTUMBUH
1Tim 4:7-10



Mengapa perlu disiplin rohani, dan apa disiplin rohani itu?

Memasuki millennium baru kita sudah sering mendengar banyaknya tantangan yang mendatang. Lompatan teknologi dan globalisasi menjadikan perubahan besar terjadi dalam hidup manusia. Persaingan semakin ketat, hidup semakin sulit dan akhirnya manusia akan hidup semakin mementingkan diri sendiri.

Sebenarnya masalah-masalah terbesar pada zaman ini bukanlah masalah teknologi, karena bagaimana pun manusia pasti sanggup menanganinya. Juga bukan masalah politik/ekonomi. Sekalipun Ind mengalami krisis besar dalam 2 hal tersebut, sebagian besar kesulitan di 2 bidang ini tidaklah unik.

Permasalahan yang terbesar sesungguhnya bersifat moral dan rohani. D. Elton Trueblood menyatakan ‘Kalau kita tidak dapat mencapai kemajuan di bidang ini, maka kita tidak dapat bertahan hidup’. Kebudayaan-kebudayaan yang sangat maju pada zaman dulu mengalami kemunduran karena 2 masalah ini. Mengapa? Sebab masalah moral dan rohani adalah masalah mendasar dalam kehidupan manusia.

Seperti bangunan yang megah, jika dasarnya tidak kuat, ada goncangan sedikit maka bangunan itu akan retak dan hancur. Akhirnya kemegahan tinggal kenangan saja. Maka penting untuk kita membangun kehidupan dengan dasar-dasar yang kuat. Membangun kehidupan moral dan rohani yang kuat melalui menegakkan disiplin rohani, akan membawa kita masuk bukan hanya melampaui hidup yang dipermukaan saja, tetapi pada tingkat kehidupan yang lebih dalam yang disebut dengan pembaharuan batiniah. Itulah yang Tuhan inginkan, yaitu perubahan hidup yang bukan hanya pada permukaan saja, tetapi seperti Rm 12 ‘berubahlah oleh pembaharuan budimu’. Hal ini perlu untuk menghadapi tantangan zaman agar iman kita tidak menjadi rapuh dan mudah roboh/terseret arus.

Paulus mengatakan pada Timotius ‘latihlah dirimu untuk beribadah’. Inilah yang disebut dengan disiplin rohani ‘melatih diri untuk beribadah.’ Jelas sekali disiplin rohani bukan sesuatu yang terjadi seketika, tetapi suatu proses yang panjang yang membutuhkan ketekunan.
‘melatih’ berarti – melakukan berulang-ulang sampai terampil. Ada pepatah yang berbunyi practice makes perfect !!!
‘disiplin’ menunjukkan adanya – tertib, teratur dan konsisten.

Apa yang perlu didisiplinkan? Apa yang perlu terus dilakukan secara tertib, teratur dan konsisten? Paulus mengatakan ‘latihlah dirimu beribadah’. Jadi yang perlu didisiplinkan adalah hal ibadah kita.

Apa arti ibadah? Ibadah bukan berarti sekedar datang ke gereja dengan teratur tiap minggu tanpa kecuali. Ibadah dalam Perjanjian Lama dikaitkan dengan ritual-ritual, tetapi bagi Allah ibadah yang sejati bukan hanya ritual, melainkan totalitas hidup – Rm 12:1. Sebenarnya bagian ini lebih tepat diterjemahkan ‘latihlah dirimu untuk hidup saleh’

Hidup saleh adalah hidup yang didasarkan pada hati yang takut akan Tuhan, memperTuhankan Kristus dalam tiap aspek hidup. Hidup saleh adalah hidup yang tunduk pada otoritas Allah. Hidup saleh adalah hidup yang berkenan kepada Allah. Hidup saleh tidak terjadi secara otomatis, tetapi perlu perjuangan. Karena itu Paulus berkata ‘latihlah’

Mengapa melakukan disiplin rohani?
1. Ay. 8 mengatakan bahwa hal itu berguna dalam segala hal, serta mengandung janji untuk hidup kini dan yang akan datang.

Donald Coggan, Uskup Agung dari Canterbury mengatakan: “Saya menjalani hidup ini sebagai seorang yang mengadakan perjalanan menuju kekekalan, seorang yang diciptakan menurut gambar Allah, tetapi gambar itu telah hilang kemuliaannya hingga saya perlu belajar cara bermeditasi, beribadah, berpikir ….”.

Tidak pernah ada orang yang bepergian 1 minggu memusingkan diri dengan beli dan banyak perlengkapan rumah. Tetapi orang yang akan membeli rumah, mempersiapkan diri untuk bisa mengisi rumah tersebut dengan perlengkapan yang layak dan dibutuhkan.

Namun sering banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa hidup didunia ini hanya sementara dan numpang lewat. Kita lupa bahwa tujuan kita adalah surga dan di sana ada hidup yang kekal, jika dibandingkan dengan kehidupan di dunia 80 tahun akan nampak seperti setitik saja dibanding kekekalan. Tapi kita sibuk dengan yang sementara.

Jika kita menyadari bahwa kita diciptakan menurut rupa dan gambar Allah, bukan penganut teori evolusinya Darwin, maka kita juga harus sadar bahwa kita diciptakan sebagai mahluk rohani, yang keberadaan dan makna hidupnya bukan ditentukan dan dibatasi oleh yang fisik saja. Kita diciptakan oleh Dia dan bagi Dia. Hidup kita bukan berakhir di dunia ini saja. Sebaliknya, kehidupan didunia hanyalah permulaan dari kehidupan selanjutnya yang kekal. Bagaimana kita mengarungi hidup di dunia juga menentukan dalam kekekalan, dimana kita berada. Jika kita menyadari bahwa kita telah diselamatkan oleh dan melalui anugrah Allah, hidup kita bukan milik kita lagi, tetapi hidup kita adalah milik Allah, karena kita telah ditebus dengan harga yang mahal. Orientasi hidup kita juga seharusnya bukan berfokus pada hal-hal duniawi sekeliling kita saja, walaupun itu penting untuk menunjang hidup di dunia, tapi bukan yang utama. Seharusnya kita menyadari sejak menerima Kristus kita sedang berjalan menuju surga, karena kita adalah warga kerajaan surga, dan seharusnya kita sudah mulai mengadaptasikan diri ke sana. Kehendak Allah jelas dalam Matius ‘hendaklah kamu sempurna seperti Bapa di surga adalah sempurna’. Kristus juga menyatakan ‘kalau kamu mengasihi Aku kamu akan melakukan perintahKu’ Melalui Paulus Allah juga mengumandangkan agar kita semakin serupa Kristus.
Disiplin rohani, menolong kita mempersiapkan dan membentuk diri sebagai anggota kerajaan surga yang selayaknya. Latihan ibadah berguna untuk kehidupan kini dan akan datang.

2. Latihan rohani menjadi dasar dalam segala aspek kehidupan. Menjadi kesempatan dimana Allah membentuk karakter, pola pandang, cita-cita yang berkenan kepada Allah. Melalui itu pula kerajaan surga di hadirkan. Melalui itu pula anak-anak Tuhan menyatakan dirinya sebagai terang dan garam bagi dunia, memuliakan Bapanya, menjadi berkat nyata bagi lingkungannya.

Sekali lagi, yang dibutuhkan dunia ini dalam menyelesaikan banyak masalah, yang utama bukan teknologi, ekonomi, pengetahuan, hukum dll walau itu penting. Namun yang dibutuhkan adalah manusia-manusia Allah yang melakukan tugas panggilannya mengelola bumi dengan penuh tanggung jawab kepada Allah dan sesama.

Seorang yang baru lahir baru tidaklah otomatis bisa menerapkan iman Kristen di tengah-tengah dunia yang penuh tantangan, karena ia masih bayi secara rohani. Disiplin rohani yang akan menolongnya bertumbuh. Melalui disiplin rohani Allah dapat bekerja mengubah seseorang menjadi manusia yang semakin hari semakin serupa Kristus. Disiplin rohani juga menolong seseorang mengubah kebiasaan-kebiasaan lama yang merusak dan menggantinya dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang memberi hidup.

Gal 6:8 - barang siapa menabur dalam daging akan menuai kebinasaan, tetapi orang yang menabur dalam roh akan menuai hidup kekal. Jika kita berharap untuk bisa bertumbuh, kita harus secara sadar memilih cara bertindak yang membawa pada kehidupan, yaitu disiplin rohani.


Beberapa contoh disiplin rohani:
- Disiplin membaca dan merenungkan Firman Tuhan
Firman Tuhan bisa berbicara banyak dalam pergumulan-pergumulan hidup Kristen kita, membentuk watak/karakter Kristen. Firman Tuhan mengingatkan, mengarahkan dan menguatkan kita untuk hidup bertekun mengikuti dan meneladani Kristus.
- Disiplin berdoa
Disiplin berdoa mengubah kita dari self center menjadi God center, dari my strength menjadi God’s strength, dari keangkuhan hidup menjadi humility dan menikmati Tuhan, dari my will jadi God’s will
- Disiplin belajar
Membangun kepekaan kepada Allah, diri sendiri dan kepada orang lain

DINAMIKA HIDUP ABRAHAM

Baca Kej 12:2-4; 18:1-33

Dalam FT banyak disinggung untuk kita bertumbuh dewasa dalam iman. Bdk Ef 4:15; 1 Ptr 2:2.
Namun apa bagaimana orang yang sudah dewasa rohani??
Dan mengapa ada kedewasaan rohani yang Tuhan tuntut bagi kita??

Kita telah sering mendengar tentang tokoh iman Abraham dengan dinamika iman yang begitu luar biasa, dan kita akan melihat kitab ini.

Dalam Kej. 12 kita melihat bahwa Tuhan berfirman kepada Abraham dan memberikan janji bahwa ia akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang akan memenuhi seluruh bumi.
Usia Abraham sudah mencapai 75 tahun (2:4) ketika ia berangkat dari Haran menuju tanah perjanjian dan akhirnya janji itu baru tergenapi ketika Abraham berumur 100 tahun (bdk 21:5). Dalam masa penantian selama 25 tahun itu Abraham banyak menghadapi tantangan. Tapi itu, adalah masa2 dimana Tuhan mendidik dia (masa dimana dia dididik untuk dewasa dalam iman).
Apa tantangannya:
• 25 tahun adalah waktu yang panjang
• Usia Abraham dan sara tidak muda
Sehingga itu mempengaruhi sikap mereka:Kita melihat bahwa respon Abraham maupun Sara menunjukkan respon yang sama-sama negatif namun tetap ada satu penekanan yang berbeda antara keduanya.
 Salah satunya di dalam Kej. 16 diceritakan bahwa Sara karena telah demikian putus asa, sehingga ia mengijinkan Abraham menghampiri Hagar supaya Abraham boleh mempunyai anak daripadanya padahal, bukan dari Hagar tetapi dari kandungan Sara-lah, anak yang dijanjikan itu akan lahir.
Dan kita melihat bahwa mulai terdapat ketidakcocokkan antara apa yang Tuhan janjikan dengan respon kedua orang tua ini karena mereka hanya memfokuskan kepada apa yang mungkin atau tidak mungkin yang dihasilkan pada diri sehingga fokus mereka bukan pada anak yang akan Tuhan beri. Ketidakpercayaan Abraham dan Sara merupakan kegagalan untuk memahami kemampuan dan janji setia Allah di dalam pekerjaanNya.
 Kadang2 kekhawatiran/ketakutan membuat kita tidak melihat janji Tuhan lagi seakan2 masalah itu begitu besar dan kita melupakan Dia sang Pemilik kehidupan ini bahkan mengambil jalan pintas.
Pengalaman akhirnya mendidik mereka untuk taat setelah Tuhan kembali menjanjikan janjiNya.
 Kita dapat melihat bahwa yang mendidik Abraham adalah peristiwa hidupnya. Disini kita perlu melihat tantangan hidup sebagai salah satu cara Tuhan mendidik kita. Sekalipun hal itu paling menyedihkan. Tuhan mengizinkan saat2 kelam itu untuk nmendidik kita untuk menyatakan siapa Dia dan dimana tempat kita bergantung.
Selain pengalaman hidup, tentu yang mendidik Abraham adalah FT (bdk 2 Tim 3:16). Ketika Tuhan berfirman, maka itu yang akan menguatkan kita. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kualitas hidup kita melalui Firman.
Kita merindukan saat2 dimana kita bisa bersaat teduh. Ketika kita menghadap Tuhan lewat saat teduh.
 Bagaimana dengan saat teduh? Apakah itu menjadi hal2 yg sangat dirindukan dan kita sungguh menikmati dimana Tuhan berbicara lewat firmanNya.

Kedewasaan rohani akan mempengaruhi kita bagaimana bersikap. Dan hal inilah yang menjadi indikator kita untuk melihat kedewasaan rohani.
Apa itu?
1). Seorang Kristen yang dewasa akan semakin sedikit ketergantungannya kepada hal-hal yang bersifat spektakuler, tetapi ia akan lebih menginginkan dan menikmati keintiman relasi dengan Tuhan. Kalau kita melihat dalam peristiwa Abraham, sebelum ketiga orang tersebut datang kepadanya maka ada banyak hal yang sudah pernah Tuhan bicarakan kepada Abraham sebelumnya dalam bentuk yang spektakuler sekali. Tetapi dalam Kej 18 ini kita melihat bahwa ketika Allah bertemu dengan Abraham, mereka didalam wujud manusia biasa (istilah ‘TUHAN’ di dalam ps. 18 menggunakan huruf kapital besar semuanya, yang dalam PL merupakan terjemahan dari ‘Yahweh’) sehingga sangat mungkin itu berarti Tuhan Yesus di dalam tubuh pra-inkarnasi. Namun Abraham mulai mengerti bahwa orang tersebut bukanlah orang biasa karena mereka mengetahui apa yang ada dalam hati Abraham dan apa yang sedang terjadi diseberang tenda yaitu tertawanya Sara, yang bahkan Abraham sendiri tidak mendengarnya. Dalam hal-hal yang sepele semacam itu, Abraham melihat bahwa bertemu dengan ketiga orang tersebut baginya sudah cukup dan ia mulai menikmati bagaimana menjamu mereka. (bnd. Luk 22:14-15; 24:30-31; Why 3:20) Disini bukan dalam hal makannya, tetapi ini lebih kepada hal bagaimana intimnya persekutuan antara manusia dengan Tuhan, dan itulah yang menjadi fokus utama, hal yang dikejar terus-menerus sebagai orang yang dewasa rohaninya. Ada atau tidaknya suatu hal yang spektakuler, itu tidak mengganggu keintiman daripada relasinya.
Kadang2 kita banyak percaya pada hal2 spektakuler. Ex: penyembuhan ilahi dsb. Kita akan datang pada kegiatan2 tsb. Ini tanda ketidakdewasaan rohani. Tidak lebih mencari kuasa Tuhan daripada Tuhan sendiri.
2). Seorang Kristen yang dewasa, ia bukan hanya fokus kepada diri tetapi akan menunjukkan perhatiannya kepada orang lain. Ketika ia sudah mengalami cinta Tuhan dalam hidupnya maka iapun menginginkan orang lain mengalami pengalaman yang sama seperti yang telah ia alami.
Mungkin saat pertama ia menerima Tuhan Yesus ia akan mengatakan bahwa ia adalah orang yang paling bahagia karena itu saat ia berpindah dari kengerian kekal menuju pada kebahagiaan kekal, tetapi selanjutnya ia mulai memikirkan orang lain, apakah orang tua dan saudaranya yang lain juga mengalami hal yang sama.
Kalau kita mau menelusuri doa syafaat Abraham untuk Sodom dan Gomora, maka kita akan mengerti mengapa ia memohon kepada Allah untuk tidak memusnahkan jikalau terdapat sepuluh orang benar dalam kota tersebut. Itu semua dikarenakan yang menjadi perhatian Abraham pada saat itu adalah keponakannya yang bernama Lot dan sepuluh merupakan jumlah yang paling aman seruan Abraham kepada Tuhan agar Lot dan keluarganya diselamatkan. Sudahkah kita sebagai orang yang sudah diselamatkan mempunyai kerinduan untuk memikirkan saudara kita yang lain supaya mereka boleh mendengar Injil paling sedikit satu kali dalam hidup mereka? Pikiran semacam ini menjadi satu tanda orang yang dewasa rohani dan itulah yang dikatakan dalam Alkitab sebagai hidup yang berkelimpahan. Seperti dalam Yoh 10:10, waktu Tuhan Yesus datang, Ia mengatakan, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyai dalam segala kelimpahan.” Maka disana diartikan bahwa pada diri sendiri masih kurang tetapi ia tetap mau menolong orang lain karena masih ada orang yang lebih membutuhkannya. Itu juga yang dikatakan oleh Yesus ketika ada seorang janda yang mempersembahkan dua keping uang.
3). Orang Kristen yang dewasa akan seimbang di dalam hal aktif dan pasifnya.
Ketika kita melihat Abraham dan pergumulannya berkenaan dengan janji Tuhan maka ada beberapa kali ia pasif, mis: ia tidak langsung berangkat ke mesir ketika ada bencana kelaparan besar, demikian juga ketika ia harus mengikuti Sara untuk menghampiri Hagar, sebab disini kita melihat bahwa aktifnya rencana itu muncul dari pikiran Sara. Namun kita melihat dalam ps 18 Abraham aktif datang menyambut dan melayani tiga orang tersebut, demikian juga ketika Tuhan memberitahukan rencananya untuk menghancurkan sodom dan Gomora. Orang yang dewasa rohani maka ia tahu membedakan dimana harus bertindak aktif dan dimana harus diam atau pasif. Ada saat dimana kita harus peka kapan kita harus bertindak atau ada saat dimana kita harus aktif.
Kadang kita mau untuk mengerjakan semuanya. Tapi kadangkala kita juga sebaiknya perlu untuk meberi kesempatan kepada orang alin untuk mengerjakan tgs dan tanggung jawabnya.
4). Orang Kristen yang dewasa mengerti dengan jelas akan dua hal kebenaran penting yaitu berkaitan dengan kebesaran dan keadilan Allah. Bahwa tidak ada sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?. Sehingga tahu untuk mengucap syukur. Alangkah mengerikan sekali kalau konsep kebaikan Allah sudah tidak dapat dimengerti lagi oleh karena kita sudah terlalu biasa menerima kebaikan Allah yang dapat kita jumpai tiap kali dalam hidup kita, sehingga akibatnya tidak akan ada satu ucapan syukur yang keluar lagi. Kita dapat bayangkan kalau pada malam hari kita tidur dan selanjutnya pagi harinya kita tidak dapat bangun kembali untuk seterusnya. Banyak orang Kristen yang hidup dalam anugerah Tuhan yang terlalu besar dan itu sudah terlalu biasa sehingga tidak melihat lagi sebagai suatu mutiara yang indah, bagaimana pemeliharaan Allah dalam hidupnya.
5). Orang Kristen yang dewasa ditandai dengan pikiran dan hatinya makin menyerupai Allah. Apa yang Allah pikirkan, kesusahan dan sukacita Allah itu menjadi hal yang dialaminya juga,membenci apa yang dibenci dan mencintai apa yang Allah cintai, disini yang menjadi tanda bahwa kita mau tunduk dibawah kehendak Tuhan. Bukankah ini juga yang dikatakan dalam Ef 4:13, “Sehingga kepenuhan Kristus ada padamu.”.
Banyak agama yang mengajarkan kebaikan namun hanya Kristus yang mengajarkan kebenaran.

Satu kali ada pembicaraan antara seorang ayah dengan anaknya yang baru pertama kali masuk sekolah. Maka anaknya dengan penuh sukacita menceritakan pengalaman demi pengalaman yang ia jumpai disekolah, dan akhirnya ia bercerita tentang cita-cita setiap anak dalam kelasnya. Begitu ditanya oleh ayahnya tentang apa yang menjadi cita-cita anaknya, maka anaknya langsung menjawab bahwa yang hanya ia inginkan adalah menjadi seperti ayahnya. Oleh karena ia melihat cerminan sosok ayah menjadi cerminan pribadi yang benar-benar dapat dipercaya, yang memperhatikan dan memberikan kehangatan serta cinta kasih yang sepenuhnya. Seorang anak tidak mungkin mengatakan demikian jikalau ayahnya tidak mencerminkan sifat Allah dalam hidupnya.
Demikian juga halnya dalam kisah Abraham ketika ia harus mempersembahkan anaknya. Ia saat itu sudah berusia diatas 100 tahun dan itu berarti sudah sangat tua, dan beda usia dengan anaknya sudah terlalu jauh. Tetapi ketika ia membawa Ishak ke atas gunung, Ishak dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya untuk dipersembahkan. Hingga disitu kita melihat bahwa iman Abraham tidak berubah sehingga memberikan arti bahwa itu merupakan proses terus-menerus menuju kedewasaan rohani. Proses seperti itu membutuhkan banyak sekali waktu, mungkin keluhan dan bahkan airmata.
Semoga apa yang telah kita pelajari hari ini menjadi cerminan sampai seberapa dewasakah hidup rohani kita dan kiranya Tuhan tolong supaya kita boleh makin dewasa lagi. Kiranya firman Tuhan ini boleh menjadi berkat bagi kita semua. Amin.